Senin, 17 Oktober 2011

Masalah Freeport Merugikan Orang Sekitar


   Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) meminta pemerintah turun tangan untuk segera menyelesaikan sengketa karyawan PT Freeport. Lewat campur tangan pemerintah, diharapkan sengketa karyawan dan manajemen PT Freeport tak terus berlanjut.

   "Kami meminta pemerintah untuk segera menyelesaikan masalah sengketa karyawan Freeport dengan Manajemen," ujar Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Niaga, Bank, Jasa dan Asuransi Konfederasi SPSI, Andi Gani Nena Wea melalui pesan singkat, Selasa (11/10/2011).
Andi Gani berharap sengketa antara karyawan dan manajemen PT Freeport segera berakhir. Dengan begitu, kerusuhan yang terjadi Senin (10/11) kemarin tak terulang lagi.

    Andi telah meminta anggota SPSI di Timika dapat menahan diri dan menyerahkan penyelesaian masalah kepada penegak hukum.

    "Anggota SPSI di Timika, kami harap bisa menahan diri," pinta Andi Gani.

   Dan ssat ini pemerintah sedang membentuk tim lintas kementerian untuk mencari solusi mengatasi persoalan yang terjadi di PT Freeport Indonesia. Persoalan utama di perusahaan tambang itu menyangkut besaran upah dan gangguan keamanan.

   "Persoalan Freeport tidak terlepas dari substansinya yaitu belum tuntasnya atau belum ada kata putus kata puitus soal upah. Ini ada di domain Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi," tutur Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Darwin Zahedy Saleh, di sela rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR, Selasa (11/10/2011) di Jakarta.

   Sementara persoalan bentrok fisik merupakan domain Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan. "Menko Polhukkam sudah melaksanakan langkah-langkah di sana untuk mengatasi gangguan keamanan," ujar Darwin.

   Belum lagi keadaan kondisi mereka yang terpuruk. Karyawan, kontraktor, dan warga di sekitar tambang Freeport di Tembaga Pura, Papua mulai kekurangan pasokan obat-obatan dan makanan akibat aksi blokir jalan oleh para pendemo.

    Saat ini masih banyak pasien sakit di wilayah itu yang masih dalam tahap penyembuhan dan dikhawatirkan memburuk kondisinya jika kekurangan pasokan obat-obatan.

    "Kita hanya punya satu jalan ke Tembaga Pura. Kalau diblok, putus sudah. Kami kekurangan obat, padahal rumah sakit perlu. Tidak tahu pasien sembuh atau tidak," jelas salah satu karyawan PTFI yang terisolasi di Tembaga Pura, dalam teleconference bersama wartawan di Jakarta, Senin (17/10/2011).

    Tidak hanya obat-obatan, pasokan makanan, atau kebutuhan logistik hanya dapat didistribusikan melalui jalan darat tersebut. Tapi sayang pendemo masih melakukan blokir jalan, hingga membuat ancaman baru baru kelangsungan keluarga karyawan dan penduduk di Tembaga Pura.

    "Di sini tidak ada pasar, yang ada di Timika. Jadi semua tergantung pada jalan. Untuk itu kami minta pemerintah terkait memperhatikan. Kami juga warga negara, yang mempunyai hak yang sama dalam perlindungan yang ada di lokasi tambang," ucap karyawan lain, Mise Waru.

    Di sisi lain, aktivitas sekolah dasar hingga tingkat pertama juga dihentikan sementara. Menurut perwakilan Yayasan Pendidikan Jaya Wijaya di Kuala Kencana, Luki Irawan, penghentian belajar mengajar disebebkan oleh aksi demo yang masih terjadi.

    "Total kita tiadakan. Kami imbau, anak-anak dan ibu belajar di rumah. Namun saat (demo) tidak diselesaikan dapat merugikan semua. Karena ini masa depan anak-anak Papua, anak Indonesia. Kami mohon, pulihkan situasi ini," terangnya.

    "Proses belajar harus disesuaikan dengan situasi. Pintu tutup, jadi anak-anak harus pakai jalan berbeda lebih panjang. Ini dikhawatirkan akan mengganggu psikologi atau trauma anak," ucap Luki.

    Manajemen Freeport, melalui Direktur Executive Sinta Sirait juga mengkhawatirkan saat pemblokiran jalan terus terjadi akan menganggu proses logistik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar